play_arrow

keyboard_arrow_right

Listeners:

Top listeners:

skip_previous skip_next
00:00 00:00
chevron_left
volume_up
  • cover play_arrow

    Radio Jateng Gayeng

Daerah

Ombudsman: Satpol PP saat PPKM Darurat Lebih Humanis

today9 July 2021 1

Background
share close

Semarang, Jateng Gayeng Online Radio – Ombudsman Provinsi Jawa Tengah menyayangkan sikap Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang yang melakukan aktifitas penggusuran pada masa PPKM Darurat.

Satpol PP Kota Semarang kembali disorot, setelah melakukan kegiatan pembongkaran 20 rumah di Kampung Karangsari, Jalan Kamajaya Raya, Kecamatan Ngaliyan, Rabu (7/7).

Di mana giat tersebut menimbulkan penolakan dari masyarakat. Pada akhirnya menimbulkan kerumunan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat ini.

Tak sekedar kerumunan, kericuhan juga terjadi antara warga yang menolak dengan petugas Satpol PP. Petugas bahkan menggunakan dua anjing untuk menakuti warga. Selain itu menggunakan dua alat berat untuk pembongkaran bangunan-bangunan di tiga titik.

“Satpol PP diharapkan menghindari kegiatan yang menimbulkan kerumunan, sebagaimana termuat dalam aturan PPKM Darurat. Sebagaimana Instruksi Mendagri 15 tahun 2021 tentang PPKM Darurat Covid-19 di Jawa dan Bali untuk dijadikan pedoman bagi daerah termasuk kota Semarang,” jelas Kepala Ombudsman Provinsi Jawa Tengah, Siti Farida, Kamis (8/7)

Ombudsman Jawa Tengah juga mengingatkan tindakan aparatur negara dalam menjalankan tugasnya juga harus arif dan bijak. Farida mencontohkan, tindakan Satpol PP Kota Semarang yang dinilai masyarakat berlebihan dalam menenertibkan pedagang saat PPKM Darurat di Kecamatan Mijen, Semarang, Senin (5/7).

“Situasi saat ini sangat riskan apabila penyelenggara berlaku arogan terhadap masyarakat rentan. Diperlukan tindakan bijak dan arif dari penyelenggara dan pelaksana dalam bertindak. Demikian juga dengan warga atau pedagang kaki lima untuk berpartisipasi mematuhi imbauan dan peringatan yang disampaikan oleh penyelenggara dan pelaksana dari Pemkot Semarang,” urai Farida.

Pihaknya mengimbau, Satpol PP Kota Semarang agar dalam melakukan penertiban PPKM Darurat ini lebih mengedepakan tindakan yang persuasif. Jangan sampai tindakan pelaksana dari Pemkot Semarang menimbulkan kerugian yang dialami masyarakat.

“PPKM Darurat ini ikhtiar bersama semua kalangan untuk saling mengendalikan diri, saling mengingatkan, serta menguatkan solidaritas menghadapi situasi pandemi. Memang tidak mudah, tapi harus terus diupayakan cara-cara yang humanis dan menjunjung tinggi harkat dan martabat sesame manusia,” terangnya.

Dalam masa seperti ini, lanjutnya, Satpol PP bisa mengedepankan prosedur deteksi dan pencegahan dini pelanggaran. Selanjutnya dilakukannya sosialisasi dan peringatan kepada masyarakat. Setiap tindakan penyelenggara dan pelaksana, dibatasi dengan Undang-Undang dan Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).

Penyelenggara dan pelaksana diwajibkan memberikan pelayanan yang berkualitas dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Setiap tindakan penyelenggara dan pelaksana yang mengacu pada peraturan dan AAUPB, yang dapat mencegah perbuatan maladministrasi. Di antaranya perbuatan sewenang-wewenang, penyimpangan prosedur dan perbuatan melawan hukum.

Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto, menerangkan, pembongkaran dilakukan karena rumah menempati tanah seluas 9.000 meter persegi yang tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

“Perobohan ini mengacu keputusan PTUN nomor 12/B/2021 PTUN. Ini sengketanya sudah sejak setahunan yang lalu,” kata Fajar

Perobohan itu, kata dia, sudah didahului dengan surat pemberitahuan pada Februari 2021. Dia mengklaim ada unsur Komnas HAM yang membantu mediasi antara warga, Pemerintah Kota, dan pemilik tanah yang sah. Sebagian warga, lanjutnya, ada yang menerima tali asih dan ada juga yang menolak. Nilai tali asih berkisar Rp 10 -20 Juta.

“Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sendiri menyatakan tanah ini milik Ryan Wibowo. Tujuh hari sebelum hari ini sudah kita lakukam somasi. Kemudian hari ini kita bongkar. Warga juga tidak punya sertifikat apapun,” jelasnya

Salah seorang warga setempat, Mustakim (42), mengaku tak terima adanya pembongkaran ini. Dia menyebut pengadilan belum menjatuhkan keputusan akhir

“Pengadilan belum menyatakan keputusannya. Tapi kenyataannya kok seperti ini, rumah warga dihancurkan. Keadilan dari mana? Tidak punya kemanusiaan,” tegasnya. (ksm)

Written by: Jateng Gayeng Online Radio

Rate it

Post comments (0)

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


0%